Badai di Gunung Merapi - Cerita Pendakian Gunung Merapi
Jarum
jam telah menunjukkan pukul 16.30 wib, kami bersembilan bersiap-siap untuk
mencoba pengalaman baru mendaki gunung api paling berbahaya di Indonesia yaitu
gunung Merapi. Perjalanan dari tempat kami di Sumowono, Kab. Semarang menuju ke
Base Camp New Selo memakan waktu sekitar 2.5 jam.
Pukul
19.00 wib kami telah sampai di Base Camp New Selo, setelah menempuh perjalanan
yang lumayan jauh. Lalu kami memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu
sembari mempersiapkan diri untuk memulai pendakian dan juga mengurus registrasi.
Cuaca disana saat itu mendung dan dingin.
Jam
20.00 wib kami memulai langkah kami untuk menuju ke puncak Merapi, jalan dari basecamp menuju shelter New Selo berupa jalanan
aspal yang menanjak. New Selo adalah tempat penanda masuk Taman Nasional Gunung
Merapi. Di New Selo kami menemui warung-warung makanan. Lalu dari New
Selo ke Pos 1 kami bertemu dengan shelter atau tempat istirahat, kami
memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu sembari minum dan mengatur nafas.
Trek Merapi di awal adalah perkebunan dengan jalan yang menanjak.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati jalan
berbatu-batu besar. Kurang lebih jam 22.00 wib kami telah sampai di Pos
1, kami beristirahat kembali dengan minum dan mengatur nafas. Tak membutuhkan waktu
lama, setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju pos 2, dengan udara yang
dingin menusuk tulang kami nikmati kami paksakan demi ingin menikmati indahnya
puncak Merapi diatas sana.
Jalur selanjutnya kami merasakan trek yang lebih ekstrim
lagi. Kami melewati lahan gersang berbatu dengan pohon-pohon kecil. Banyak
sekali jurang-jurang, di situlah kami berjalan pelan –pelan dan tetap
hati-hati. Kurang lebih 1.5 jam kami telah sampai di pos 2 saat itu sekitar pukul
23.30 wib. Kemudian di pos 2 ini kami beristirahat dengan membuat minuman
hangat berupa kopi juga menyantap roti dan makanan ringan. Di pos 2 cuacanya sangat
dingin karena diselimuti oleh kabut tebal. Kurang lebih 30 menit kami berada di
pos 2 kami lalu melanjutkan perjalanan menuju ke Watu Gajah.
Dari Pos 2 menuju Watu Gajah treknya lebih menantang dari
sebelumnya. Di Watu Gajah ini ada sebuah batu yang besar dan dikelilingi beberapa
pohon kecil yang rimbun. Di sinilah banyak pendaki mendirikan tenda. Di Watu
Gajah pula kami bertemu dengan sekelompok pendaki yang berjalan dari arah atas
(Pasar Bubrah), pendaki itu bilang kepada kami jika di jalan menuju Pasar
Bubrah telah terjadi badai dan kabut yang sangat tebal. Lalu kami berembug apakah kami tetap akan lanjut atau mendirikan
tenda di Watu Gajah ini. Memang di Watu Gajah sendiri cuacanya mulai dingin
menyengat dan kabut yang mengganggu pandangan kami.
Tak membutuhkan waktu lama, kami memutuskan untuk tetap melanjutkan
perjalanan menuju Pasar Bubrah. Eh ternyata benar kata sekelompok pendaki itu
jika di jalan menuju Pasar Bubrah telah terjadi badai dan kabut pekat yang
menggangu perjalanan kami. Kami berjalan pelan-pelan dengan kedua tangan kami
memegang batu-batu di samping kanan-kiri. Dengan pandangan yang tidak jelas
karena kabut sangat pekat walaupun kami sudah menggunakan headlamp, jarak
pandang saat itu mungkin cuma 1 meter. Pada saat itu disamping kanan-kiri kami
kira adalah sebuah jurang. Dingin yang menusuk ke tulang kami rasakan, kami
tahan demi hasrat kami yang ingin sekali merasakan indahnya puncak Merapi.
Pukul 01.30 dini hari dengan segala rintangan yang ada di trek
jalur pendakian gunung Merapi, akhirnya kami telah sampai di Pasar Bubrah, di
Pasar Bubrah yang pertama kami temui adalah sebuah tugu penghormatan untuk pendaki
yang meninggal di gunung Merapi. Di Pasar Bubrah ini juga berdiri tower alarm
penanda kalau ada gempa. Jika gunung Merapi bereaksi dengan adanya
dentuman-dentuman maka alarm tower akan berbunyi. Disini tidak ditemukan adanya
pepohonan, yang ada di Pasar Bubrah hanyalah dataran luas yang berupa kerikil
dan batu.
Kemudian kami mendirikan tenda di Pasar Bubrah ini, dengan
banyak kesusahan, yang pertama adalah jika kami ingin menancapkan pasak sering gagal
karena memang disini tidak ada tanah sama sekali, adanya cuma pasir, batu dan
kerikil, yang kedua adalah tenda kami yang ingin terbang kemana-mana karena
memang angin disini begitu kencang, dan yg ketiga adalah kabut yang menghalangi
jarak pandang kami. Akhirnya dengan segala akal tenda kami pun berdiri.
Sebelum kami beristirahat dengan memejamkan mata, kami
terlebih dahulu membuat minuman hangat berupa kopi dan membuat mie instan.
Dengan cuaca yang ekstrim kami tetap menikmati malam kami di Pasar Bubrah.
Pukul 02.30 kami semua beristirahat sejenak untuk menikmati rasanya tidur diatas
batu dan kerikil di Pasar Bubrah. Tidur di gunung itu tidak senyaman/senyenak
tidur di rumah, tetapi tidak kalah dengan hotel bintang 5, di gunung kita bisa
tidur dengan ribuan bintang.
Pukul 05.30 wib kami terbangun dari tidur kami, kami kira
diluar tenda sana cuaca di Pasar Bubrah sudah tidak berkabut karena sudah pagi
jadi kami bisa menikmati sunrise pagi di gunung Merapi. Eh ternyata setelah kami
keluar dari tenda, cuaca di Pasar Bubrah masih sama dengan malam tadi, yaitu
berupa kabut pekat dan badai dengan angin yang san. Setelah itu kami memutuskan untuk tidak masuk
tenda lagi, kami menikmati suasana dan cuaca dibawah puncak Merapi ini, kami
sempatkan diri untuk berjalan mengelilingi lautan batu yang ada disini. Kami
berjalan dengan melawan tiupan angin yang sangat kencang. Tak lama kemudian dari
kejauhan matahari sudah mulai bangun dari tidurnya, sedikit demi sedikit kabut
dan badai pun mulai pergi dari gunung Merapi. Tetapi bagi kami itu bukanlah sunrise
karena memang pada saat itu matahari sudah berada di atas. Kurang lebih pukul
06.00 kami sudah bisa menikmati indahnya pemandangan yang ada di gunung Merapi,
kami melihat gagahnya gunung Merbabu yang ada persis di depan gunung Merapi,
kami melihat pemandangan dibawah sana, kota Boyolali, kota Solo dan kota
Magelang, sungguh indah ciptaan-Nya.
Yang kami pikirkan tadi malah ternyata salah total, kami kira
disamping kanan-kiri adalah jurang, eh ternyata salah disamping kanan-kiri
ternyata adalah hamparan luas berupa batu dan kerikil.
Post a Comment